Jakarta, 23 Desember 2024 – Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025, menimbulkan berbagai pertanyaan termasuk di kalangan pemilik usaha di Indonesia. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, pada hari Sabtu 21 Desember 2024, pemerintah merilis keterangan tertulis dengan nomor KT-03/2024.
Berikut adalah ringkasan 17 poin utama dari keterangan tertulis Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengenai kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%:
- Dasar Hukum: Kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% diatur dalam UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, berlaku mulai 1 Januari 2025, setelah sebelumnya naik dari 10% menjadi 11% pada 2022.
- Barang Esensial Dikecualikan: Barang seperti beras, telur, susu, serta layanan publik seperti kesehatan, pendidikan, dan transportasi umum tetap bebas PPN atau dikenakan tarif 0%.
- Penyesuaian Harga Barang Tertentu: Kenaikan PPN untuk produk seperti minyak goreng curah, tepung, dan gula industri akan disubsidi pemerintah agar tidak memicu kenaikan harga.
- Dampak Minim pada Konsumen: Kenaikan tarif PPN hanya akan berdampak sedikit pada kenaikan harga barang, sekitar 0,9% saja.
- Transaksi Digital: Layanan dompet digital dan pembayaran elektronik tidak dikenakan pajak tambahan karena sudah dikenakan pajak pada layanan eksisting.
- Layanan QRIS: Sistem pembayaran seperti QRIS tidak dikenakan pajak baru, pajak tetap berlaku pada merchant discount rate (MDR).
- Langganan Digital: Layanan seperti Netflix dan Spotify tetap dikenakan PPN sesuai aturan yang sudah berlaku.
- Telekomunikasi: PPN untuk kartu prabayar, token, dan voucher sudah dikenakan sebelumnya dan tidak mengalami perubahan.
- Tiket Konser: Tiket konser dikenakan pajak berdasarkan peraturan daerah (PBJT) dan bukan merupakan objek pajak PPN baru.
- Tiket Penerbangan Domestik: Tetap dikenakan PPN sesuai aturan sebelumnya, tidak ada perubahan.
- Pengelolaan Inflasi: Dampak kenaikan PPN terhadap inflasi diperkirakan hanya sebesar 0,2%, sesuai target APBN 2025.
- Perspektif Historis: Kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada 2022 tidak secara signifikan mempengaruhi inflasi atau daya beli masyarakat.
- Paket Stimulus Ekonomi: Termasuk subsidi untuk barang pokok, diskon listrik, serta dukungan untuk sektor perumahan dan otomotif.
- Program Kesejahteraan Sosial: Pendanaan akan mendukung program pendidikan, kesehatan, dan ketahanan pangan untuk kelompok kurang mampu.
- Peningkatan Pendapatan Negara: Diproyeksikan menambah Rp75,29 triliun untuk pembiayaan pembangunan nasional.
- Tidak Ada Perubahan untuk UMKM: Ambang batas omzet UMKM untuk menggunakan tarif PPh 0,5% tetap Rp4,8 miliar per tahun.
- Barang dan Jasa Premium: Pengenaan pajak untuk barang dan jasa premium seperti pendidikan atau layanan kesehatan mewah akan diterapkan secara hati-hati untuk menargetkan kelompok berpenghasilan tinggi.
Dampak Kenaikan PPN terhadap Bisnis
Berbagai dampak akan dirasakan oleh bisnis, mulai dari kenaikan biaya operasional yang berujung pada kenaikan harga produk, cara pemasaran untuk menjaga pelanggan, hingga penyesuaian di berbagai pendukung operasional termasuk dalam sistem ERP.
Kenaikan tarif PPN berpotensi menyebabkan harga barang dan jasa meningkat. Bisnis kemungkinan besar akan menyesuaikan harga produk mereka untuk mencakup biaya tambahan dari PPN yang baru. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan permintaan, terutama untuk barang dan jasa non-esensial, karena konsumen dengan pendapatan rendah dan menengah cenderung lebih sensitif terhadap harga. Oleh karena itu, bisnis juga perlu merumuskan strategi pemasaran yang lebih cermat untuk menarik konsumen. Dengan meningkatnya harga, penting bagi bisnis untuk menonjolkan nilai tambah dari produk atau layanan mereka agar tetap menarik bagi pelanggan..
Untuk menjaga margin keuntungan, banyak bisnis mungkin harus mencari cara untuk meningkatkan efisiensi operasional. Ini bisa melibatkan pengurangan biaya produksi, pengoptimalan dalam berbagai lini bisnis, atau bahkan investasi dalam teknologi yang dapat mengurangi biaya jangka panjang. Bagi perusahaan yang sudah memiliki teknologi-teknologi pendukung seperti sistem ERP, ini artinya perusahaan juga harus melakukan berbagai penyesuaian untuk menghadapi kenaikan tarif PPN 12% ini.
Penting bagi pemilik usaha untuk selalu memantau perkembangan berbagai kebijakan pemerintah dan dampaknya terhadap kegiatan operasional dan target pasar. Dengan langkah-langkah proaktif dan sistem ERP yang andal seperti RobustApp, bisnis dapat memastikan keberlangsungan operasional dan tepat taat terhadap peraturan pemerintah tengah perubahan regulasi.